PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 39 TAHUN 1999
TENTANG
HAK ASASI MANUSIA
I. UMUM
Bahwa manusia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa akal budi dan nurani
yang memberikan kepadanya kemampuan untuk membedakan yang baik dan yang
buruk yang akan membimbing dan mengarahkan sikap dan perilaku dalam
menjalani kehidupannya. Dengan akal budi dan nuraninya itu, maka manusia
memiliki kebebasan untuk memutuskan sendiri perilaku atau perbuatannya. Di
samping itu, untuk mengimbangi kebebasan tersebut manusia memiliki
kemampuan untuk bertanggung jawab atas semua tindakan yang dilakukannya.
Kebebasan dasar dan hak-hak dasar itulah yang disebut hak asasi menusia yang
melekat pada manusia secara kodrati sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa.
Hak-hak ini tidak dapat diingkari. Pengingkaran terhadap hak tersebut berarti
mengingkari martabat kemanusiaan. Oleh karena itu, negara, pemerintah, atau
organisasi apapun mengemban kewajiban untuk mengakui dan melindungi hak
asasi manusia pada setiap manusia tanpa kecuali. Ini berarti bahwa hak asasi
manusia harus selalu menjadi titik tolak dan tujuan dalam penyelenggaraan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Sejalan dengan pandangan di atas, Pancasila sebagai dasar negara mengandung
pemikiran bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan
menyandang dua aspek yakni, aspek individualitas (pribadi) dan aspek sosialitas
(bermasyarakat). Oleh karena itu, kebebasan setiap orang dibatasi oleh hak asasi
orang lain. Ini berarti bahwa setiap orang mengemban kewajiban mengakui dan
menghormati hak asasi orang lain. Kewajiban ini juga berlaku bagi setiap
organisasi pada tataran manapun, terutama negara dan pemerintah. Dengan
demikian, negara dan pemerintah bertanggung jawab untuk menghormati,
melindungi, membela, dan menjamin hak asasi manusia setiap warga negara dan
penduduknya tanpa diskriminasi.
Kewajiban menghormati hak asasi manusia tersebut, tercermin dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 yang menjiwai keseluruhan pasal dalam batang
tubuhnya, terutama berkaitan dengan persamaan kedudukan warga negara dalam
hukum dan pemerintahan, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak,
kemerdekaan berserikat dan berkumpul, hak untuk mengeluarkan pikiran dengan
lisan dan tulisan, kebebasan memeluk agama dan untuk beribadat sesuai dengan
agama dan kepercayaannya itu, hak untuk memperoleh pendidikan dan
pengajaran.
Sejarah bangsa Indonesia hingga kini mencatat berbagai penderitaan, kesegaran
dan kesengajaan sosial, yang disebabkan oleh perilaku tidak adil dan diskriminatif
atas dasar etnik, ras, warna kulit, budaya, bahasa, agama, golongan, jenis kelamin
dan status sosial lainnya. Perilaku tidak adil dan diskriminatif tersebut merupakan
pelanggaran hak asasi manusia, baik yang bersifat vertikal (dilakukan oleh aparat
negara terhadap warga negara atau sebaliknya) maupun horizontal (antarwarga
negara sendiri) dan tidak sedikit yang masuk dalam kategori pelanggaran hak asasi
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 2 -
manusia yang berat (gross violation of human rights).
Pada kenyataannya selama lebih lima puluh tahun usia Republik Indonesia,
pelaksanaan penghormatan, perlindungan, atau penegakan hak asasi manusia
masih jauh dari memuaskan.
Hal tersebut tercermin dari kejadian berupa penangkapan yang tidak sah,
penculikan, penganiayaan, perkosaan, penghilangan paksa, bahkan pembunuhan,
pembakaran rumah tinggal dan tempat ibadah, penyerangan pemuka agama
beserta keluarganya. Selain itu, terjadi pula penyalahgunaan kekuasaan oleh
pejabat publik dan aparat negara yang seharusnya menjadi penegak hukum,
pemelihara keamanan, dan pelindung rakyat, tetapi justru mengintimidasi,
menganiaya, menghilangkan paksa dan/atau menghilangkan nyawa.
Untuk melaksanakan kewajiban yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945
tersebut, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dengan Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVII/MPR/1998
tentang Hak Asasi Manusia menugaskan kepada Lembaga-lembaga Tinggi Negara
dan seluruh Aparatur Pemerintah, untuk menghormati, menegakkan dan
menyebarluaskan pemahaman mengenai hak asasi manusia kepada seluruh
masyarakat, seta segera meratifikasi berbagai instrumen Perserikatan
Bangsa-Bangsa tentang Hak Asasi Manusia, sepanjang tidak bertentangan dengan
pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Di samping kedua sumber hukum di atas, pengaturan mengenai hak asasi manusia
pada dasarnya sudah tercantum dalam berbagai peraturan perundang-undangan,
termasuk undang-undang yang menegaskan berbagai konversi internasional
mengenai hak asasi manusia. Namun untuk memayungi seluruh peratuan
perundang-undangan yang sudah ada, perlu dibentuk Undang-undang tentang Hak
Asasi Manusia.
Dasar pemikiran pembentukan Undang-undang ini adalah sebagai berikut:
a. Tuhan Yang Maha Esa adalah pencipta alam semesta dengan segala isinya;
b. pada dasarnya, manusia dianugerahi jiwa, bentuk, struktur, kemampuan, kemauan
serta berbagai kemudahan oleh Penciptanya, untuk menjamin kelanjutan
hidupnya;
c. untuk melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan martabat manusia,
diperlukan pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia, karena tanpa hal
tersebut manusia akan kehilangan sifat dan martabatnya, sehingga dapat
mendorong manusia menjadi serigala bagi manusia lainnya (homo homini lupus);
d. karena manusia merupakan makhluk sosial, maka hak asasi manusia yang satu
dibatasi oleh hak asasi manusia yang lain, sehingga kebebasan atau hak asasi
manusia bukanlah tanpa batas;
e. hak asasi manusia tidak boleh dilenyapkan oleh siapapun dan dalam keadaan
apapun;
f. setiap hak asasi manusia mengandung kewajiban untuk menghormati hak asasi
manusia orang lain, sehingga di dalam hak asasi manusia terdapat kewajiban
dasar;
g. hak asasi manusia harus benar-benar dihormati, dilindungi, dan ditegakkan, dan
untuk itu pemerintah, aparatur negara, dan pejabat publik lainnya
mempunyai kewajiban dan tanggung jawab menjamin terselenggaranya
penghormatan, perlindungan, dan penegakan hak asasi manusia.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 3 -
Dalam Undang-undang ini, pengaturan mengenai hak asasi manusia ditentukan
dengan berpedoman pada Deklarasi Hak Asasi Manusia Perserikatan
Bangsa-Bangsa, Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Penghapusan
Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita, Konvensi Perserikatan
Bangsa-Bangsa tentang Hak-hak Anak, dan berbagai instrumen internasional lain
yang mengatur mengenai hak asasi manusia. Materi Undang-undang ini
disesuaikan juga dengan kebutuhan hukum masyarakat dan pembangunan hukum
nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Undang-undang ini secara rinci mengatur mengenai hak untuk hidup dan hak
untuk tidak kehilangan paksa dan/atau tidak dihilangkan nyawa, hak berkeluarga
dan melanjutkan keturunan, hak mengembangkan diri, hak memperoleh keadilan,
hak atas kebebasan pribadi, hak atas rasa aman, hak atas kesejahteraan, hak turut
serta dalam pemerintahan, hak wanita, hak anak, dan hak atas kebebasan
beragama. Selain mengatur hak asasi manusia, diatur pula mengenai kewajiban
dasar, serta tugas dan tanggung jawab pemerintah dalam penegakan hak asasi
manusia.
Di samping itu, Undang-undang ini mnengatur mengenai Pembentukan Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia sebagai lembaga mandiri yang mempunyai fungsi,
tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan pengkajian,
penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi tentang hak asasi manusia.
Dalam Undang-undang ini, diatur pula tentang partisipasi masyarakat berupa
pengaduan dan/atau gugatan atas pelanggaran hak asasi manusia, pengajuan
usulan mengenai perumusan kebijakan yang berkaitan dengan hak asasi manusia
kepada Komnas HAM, penelitian, pendidikan, dan penyebarluasan informasi
mengenai hak asasi manusia.
Undang-undang tentang Hak Asasi Manusia ini adalah merupakan payung dari
seluruh peraturan perundang-undangan tentang hak asasi manusia. Oleh karena
itu, pelanggaran baik langsung maupun tidak langsung atas hak asasi manusia
dikenakan sanksi pidana, perdata, dan atau administratif sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia tidak dapat dipaskan dari
manusia pribadi karena tanpa hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia
yang bersangkutan kehilangan harkat dan martabat kemanusiaannya. oleh karena
itu, negara Republik Indonesia termasuk Pemerintah berkewajiban, baik secara
hukum maupun secara politik, ekonomi, sosial dan moral untuk melindungi dan
memajukan serta mengambil langkah-langkah konkret demi tegaknya hak asasi
manusia dan kebebasan dasar manusia.
Pasal 3
Cukup jelas
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 4 -
Pasal 4
Yang dimaksud dengan "dalam keadaan apapun" termasuk keadaan perang,
sengketa senjata, dan atau keadaan darurat.
Yang dimaksud dengan "siapapun" adalah Negara, Pemerintah dan atau anggota
masyarakat.
Hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut dapat dikecualikan
dalam hal pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia yang digolongkan ke
dalam kejahatan terhadap kemanusiaan.
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "kelompok masyarakat yang rentan" antara lain adalah
orang lanjut usia, anak-anak, fakir miskin, wanita hamil, dan penyandang cacat.
Pasal 6
Ayat (1)
Hak adat yang secara nyata masih berlaku dan dijunjung tinggi di dalam
lingkungan masyarakat hukum adat harus dihormati dan dilindungi dalam rangka
perlindungan dan penegakan hak asasi manusia dalam masyarakat yang
bersangkutan dengan memperhatikan hukum dan peraturan perundang-undangan.
Ayat (2)
Dalam rangka penegakan hak asasi manusia, identitas budaya nasional
masyarakat hukum adat, hak-hak adat yang masih secara nyata dipegang teguh
oleh masyarakat hukum adat setempat, tetap dihormati dan dilindungi sepanjang
tidak bertentangan dengan asas-asas negara hukum yang berintikan keadilan dan
kesejahteraan rakyat.
Pasal 7
Yang dimaksud dengan "upaya hukum" adalah jalan yang dapat ditempuh oleh
setiap orang atau kelompok orang untuk membela dan memulihkan hak-haknya
yang disediakan oleh hukum Indonesia seperti misalnya, oleh Komnas HAM
atau oleh pengadilan, termasuk upaya untuk naik banding ke Pengadilan Tinggi,
mengajukan kasasi dan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung terhadap
putusan pengadilan tingkat pertama dan tingkat banding. Dalam Pasal ini
dimaksudkan bahwa mereka yang ingin menegakkan hak asasi manusia dan
kebebasan dasarnya diwajibkan untuk menempuh semua upaya hukum tersebut
pada tingkat nasional terlebih dahulu (exhaustion of local remedies) sebelum
menggunakan forum baik di tingkat regional maupun internasional, kecuali bila
tidak mendapatkan tanggapan dari forum hukum nasional.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 5 -
Pasal 8
Yang dimaksud dengan "perlindungan" adalah termasuk pembelaan hak asasi
manusia.
Pasal 9
Ayat (1)
Setiap orang berhak atas kehidupan, mempertahankan kehidupan, dan
meningkatkan taraf kehidupannya. Hak atas kehidupan ini bahkan juga melekat
pada bayi yang belum lahir atau orang yang terpidana mati. Dalam hal atau
keadaan yang sangat luar biasa yaitu demi kepentingan hidup ibunya dalam
khasus aborsi atau berdasarkan putusan pengadilan dalam kasus pidana mati, maka
tindakan aborsi atau pidana mati dalam hal dan atau kondisi tersebut, masih dapat
diizinkan. Hanya pada dua hal tersebut itulah hak untuk hidup dapat dibatasi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "perkawinan yang sah" adalah perkawinan yang
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "kehendak bebas" adalah kehendak yang lahir dari niat
yang suci tanpa paksaan, penipuan, atau tekanan apapun dan dari siapapun
terhadap calon suami dan atau calon isteri.
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 6 -
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Ayat (1)
Yang dimnaksud dengan "seluruh harta kekayaan milik yang bersalah" adalah
harta bukan berasal dari pelanggaran atau kejahatan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Yang dimaksud dengan "menjadi obyek penelitian" adalah kegiatan menempatkan
seseorang sebagai yang dimintai komentar, pendapat atau keterangan yang
menyangkut kehidupan pribadi dan data-data pribadinya serta direkam gambar dan
suaranya.
Pasal 22
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "hak untuk bebas memeluk agamanya dan
kepercayaannya" adalah hak setiap orang untuk beragama menurut keyakinannya
sendiri, tanpa adanya paksaan dari siapapun juga.
Ayat (2)
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang menentukan suatu perbuatan termasuk kejahatan politik atau nonpolitik
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 7 -
adalah negara yang menerima pencari suaka.
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Ayat (1)
Yang dimaksud "tidak boleh diganggu" adalah hak yang berkaitan dengan
kehidupan pribadi (privacy) di dalam tempat kediamannya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "penghilangan paksa" dalam ayat ini adalah tindakan
yang dilakukan oleh siapapun yang menyebabkan seorang tidak diketahui
keberadaan dan kedaannya.
Sedangkan yang dimaksud dengan "Penghilangan nyawa" adalah pembunuhan
yang dilakukan sewenang-wenang tidak berdasarkan putusan pengadilan.
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "hak milik mempunyai fungsi sosial" adalah bahwa
setiap penggunaan hak milik harus memperhatikan kepentingan umum.
Apabila kepentingan umum menghendaki atau membutuhkan benar-benar
maka hak milik dapat dicabut sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 37
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 8 -
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Yang dimaksud dengan "tidak boleh dihambat" adalah bahwa setiap orang atau
pekerja tidak dapat dipaksa untuk menjadi anggota atau untuk tidak menjadi
anggota dari suatu serikat pekerja.
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "berhak atas jaminan sosial" adalah bahwa setiap
warga negara mendapat jaminan sosial sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan kemampuan negara.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "kemudahan dan perlakuan khusus" adalah pemberian
pelayanan, jasa, atau penyediaan fasilitas dan sarana demi kelancaran, keamanan,
kesehatan, dan keselamatan.
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Yang dimaksud dengan "keterwakilan wanita" adalah pemberian kesempatan dan
kedudukan yang sama bagi wanita untuk melaksanakan peranannya dalam bidang
eksekutif, yudikatif, legislatif, kepartaian, dan pemilihan umum menuju keadilan
dan kesetaraan jender.
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup jelas
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 9 -
Pasal 49
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "perlindungan khusus terhadap fungsi reproduksi"
adalah pelayanan kesehatan yang berkaitan dengan haid, hamil, melahirkan, dan
pemberian kesempatan untuk menyusui anak.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 50
Yang dimaksud dengan "melakukan perbuatan hukum sendiri" adalah cakap
menurut hukum untuk melakukan perbuatan hukum, dan bagi wanita beragama
Islam yang sudah dewasa, untuk menikah diwajibkan menggunakan wali.
Pasal 51
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "tanggung jawab yang sama" adalah suatu kewajiban
yang dibebankan kepada kedua orang tua dalam hal pendidikan, biaya hidup,
kasih sayang, serta pembinaan masa depan yang baik bagi anak.
Yang dimaksud dengan "Kepentingan terbaik bagi anak" adalah sesuai dengan
hak anak sebagaimana tercantum dalam Konvensi Hak Anak yang telah
diratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang
Pengesahan Convention on The Rights of The Child (Konvensi tentang Hak
Anak).
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 52
Cukup jelas
Pasal 53
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "suatu nama" adalah nama sendiri, dan nama orang tua
kandung, dan atau nama keluarga, dan atau nama marga.
Pasal 54
Pelaksanaan hak anak yang cacat fisik dan atau mental atas biaya negara
diutamakan bagi kalangan yang tidak mampu.
Pasal 55
Cukup jelas
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 10 -
Pasal 56
Cukup jelas
Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58
Cukup jelas
Pasal 59
Pasal ini berkaitan dengan perceraian orang tua anak, atau dalam hal kematian
salah seorang dari orang tuanya, atau dalam hal kuasa asuh orang tua dicabut, atau
bila anak disiksa atau tidak dilindungi atau ketidakmampuan orang tuanya.
Pasal 60
Ayat (1)
Pendidikan dalam ayat ini mencakup pendidikan tata krama dan budi pekerti.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 61
Cukup jelas
Pasal 62
Cukup jelas
Pasal 63
Cukup jelas
Pasal 64
Cukup jelas
Pasal 65
Berbagai bentuk penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya
mencakup kegiatan produksi, peredaran, dan perdagangan sampai dengan
penggunaannya yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 66
Cukup jelas
Pasal 67
Cukup jelas
Pasal 68
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 11 -
Cukup jelas
Pasal 69
Cukup jelas
Pasal 70
Cukup jelas
Pasal 71
Cukup jelas
Pasal 72
Cukup jelas
Pasal 73
Pembatasan yang dimaksud dalam Pasal ini tidak berlaku terhadap hak asasi
manusia yang tidak dapat dikurangi (non-derogable rights) dengan memperhatikan
Penjelasan Pasal 4 dan Pasal 9.
Yang dimaksud dengan "kepentingan bangsa" adalah untuk keutuhan bangsa dan
bukan merupakan kepentingan penguasa.
Pasal 74
Ketentuan Pasal ini menegaskan bahwa siapapun tidak dibenarkan mengambil
keuntungan sepihak dan atau mendatangkan kerugian pihak lain dalam
mengartikan ketentuan dalam Undang-undang ini, sehingga mengakibatkan
berkurangnya dan atau hapusnya hak asasi manusia yang dijamin oleh
Undang-undang ini.
Pasal 75
Cukup jelas
Pasal 76
Cukup jelas
Pasal 77
Cukup jelas
Pasal 78
Cukup jelas
Pasal 79
Cukup jelas
Pasal 80
Cukup jelas
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 12 -
Pasal 81
Cukup jelas
Pasal 82
Cukup jelas
Pasal 83
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "diresmikan oleh Presiden" adalah dalam bentuk
Keputusan Presiden. Peresmian oleh Presiden dikaitkan dengan kemandirian
Komnas HAM.
Usulan Komnas HAM yang dimaksud, harus menampung seluruh aspirasi dari
berbagai lapisan masyarakat sesuai dengan syarat-syarat yang ditetapkan, yang
jumlahnya paling banyak 70 (tujuh puluh) orang.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 84
Cukup jelas
Pasal 85
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Keputusan tentang pemberhentian dilakukan dengan pemberitahuan
terlebih dahulu kepada yang bersangkutan dan diberikan hak untuk membela diri
dalam Sidang Paripurna yang diadakan khusus untuk itu.
Pasal 86
Cukup jelas
Pasal 87
Cukup jelas
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 13 -
Pasal 88
Cukup jelas
Pasal 89
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Yang dimaksud dengan "penyelidikan dan pemeriksaan" dalam rangka
pemantauan adalah kegiatan pencarian data, informasi, dan fakta untuk
mengetahui ada atau tidaknya pelanggaran hak asasi manusia.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Yang dimaksud dengan "pelanggaran hak asasi manusia dalam masalah
publik" antara lain mengenai pertanahan, ketenagakerjaan, dan lingkungan hidup.
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Yang dimaksud dengan "mediasi" adalah penyelesaian perkara perdata di
luar pengadilan, atas dasar kesepakatan para pihak.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Pasal 90
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 14 -
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan "pengaduan melalui perwakilan" adalah pengaduan
yang dilakukan oleh perorangan atau kelompok untuk bertindak mewakili
masyarakat tertentu yang dilanggar hak asasinya dan atau dasar kesamaan
kepentingan hukumnya.
Pasal 91
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Yang dimaksud dengan "itikad buruk" adalah perbuatan yang mengandung
maksud dan tujaun yang tidak baik, misalnya pengaduan yang disertai data palsu
atau keterangan tidak benar, dan atau ditujukan semata-mata untuk mengakibatkan
pencemaran nama baik perorangan, keresahan kelompok, dan atau masyarakat.
Yang dimaksud dengan "tidak ada kesungguhan" adalah bahwa pengadu
benar-benar tidak bermaksud menyelesaikan sengketanya, misalnya pengadu telah
3 (tiga) kali dipanggil tidak datang tanpa alasan yang sah.
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 92
Cukup jelas
Pasal 93
Cukup jelas
Pasal 94
Cukup jelas
Pasal 95
Yang dimaksud dengan "ketentuan peraturan perundang-undangan" dalam Pasal
ini adalah ketentuan Pasal 140 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 141 ayat (1) Reglemen
Indonesia yang diperbaharui (RIB) atau Pasal 167 ayat (1) Reglemen Luar Jawa
dan madura.
Pasal 96
Ayat (1)
Cukup jelas
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 15 -
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Lembar keputusan asli atau salinan otentik keputusan mediasi diserahkan dan
didaftarkan oleh mediator kepada Panitera Pengadilan Negeri.
Ayat (4)
Permintaan terhadap keputusan yang dapat dilaksanakan (fiat eksekusi) kepada
Pengadilan Negeri dilakukan melalui Komnas HAM. Apabila pihak yang
bersangkutan tetap tidak melaksanakan keputusan yang telah dinyatakan dapat
dilaksanakan oleh pengadilan, maka pengadilan wajib melaksanakan keputusan
tersebut.
Terhadap pihak ketiga yang merasa dirugikan oleh keputusan ini, maka pihak
ketiga tersebut masih dimungkinkan mengajukan gugatan melalui pengadilan.
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 97
Cukup jelas
Pasal 98
Cukup jelas
Pasal 99
Cukup jelas
Pasal 100
Cukup jelas
Pasal 101
Cukup jelas
Pasal 102
Cukup jelas
Pasal 103
Cukup jelas
Pasal 104
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "pelanggaran hak asasi manusia yang berat" adalah
pembunuhan massal (genocide), pembunuhan sewenang-wenang atau di luar
putusan pengadilan (arbitry/extra judicial killing), penyiksaan, penghilangan orang
secara paksa, pembudakan, atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis
(systematic discrimination).
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 16 -
Yang dimaksud dengan "pengadilan yang berwenang" meliputi empat
lingkungan peradilan sesuai dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970
tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 35 Tahun 1999.
Pasal 105
Cukup jelas
Pasal 106
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3886
No comments:
Post a Comment